Bukan Cuma Investor - Bank Sentralpun Borong Emas
Jakarta, CNBC Indonesia- Pada tahun 1990-an, emas adalah aset yang tidak dilirik bank sentral. Pengelola cadangan devisa meminjamkan atau menjual emas mereka khususnya di Eropa. Hal itu memicu harga emas turun ke titik terendahnya senilai US $ 250/ons.
Selama bertahun-tahun, penjualan tersebut memicu Central Bank Gold Agreement 1999, di mana para penandatangan setuju untuk membatasi penjualan kolektif hingga 400 ton/tahun, membatasi sewa emas, dan mengambil pendekatan disiplin untuk opsi dan emas berjangka.
Perjanjian tersebut memberikan dua manfaat yang jelas, pertama membantu menstabilkan harga emas, dan meningkatkan transparansi di sekitar penjualan emas bank sentral. Namun, saat ini sentimen terhadap emas telah ditransformasikan, dan emas telah memperoleh kembali statusnya sebagai aset cadangan yang berharga, dan sangat diminati.
Melihat kembali pada 20 tahun terakhir perubahan yang terjadi dalam perilaku bank sentral.
Pertama, bank sentral secara cepat dan konsisten menambah cadangan devisa mereka sejak krisis Asia tahun 1998. Cadangan adalah elemen penting dalam gudang senjata suatu negara, yang dapat memberikan perlindungan terhadap guncangan domestic dan eksternal, juga bertindak sebagai wujud kepercayaan terhadap dunia luar.
Ekonomi pasar berkembang dalam hal ini memimpin pembelian emas dari sekitar US $ 3 triliun pada tahun 2000, menjadi sekitar US $ 13 triliun pada 2014. Pembelian telah meningkat selama lima tahun terakhir, tetapi masih bertahan di sekitar US $ 13 triliun hingga hari ini.
Dolar adalah aset cadangan yang paling banyak diminati tetapi menurut statistik International Monetary Fund (IMF), emas menempati urutan ketiga, terhitung 11% dari cadangan global. Sejak menjadi penjual hingga tahun 2000, bank sentral sejak itu telah menjadi pembeli.
Pada 2018 saja, bank sentral membeli 651 ton emas, naik 74% dibandingkan dengan tahun 2017, dan level tertinggi sejak 1971. Selama dekade terakhir, bank sentral telah membeli lebih dari 4.300 ton emas, menjadikan total kepemilikan mereka sekitar 34.000 ton hari ini. Tren ini berlanjut pada 2019, dengan pembelian bersih mencapai 90 ton sebelum akhir kuartal pertama.
Khususnya juga, pembelian bank sentral secara geografis beragam. Rusia telah menjadi pembeli emas yang paling berkomitmen, mengakuisisi hampir 275 ton pada 2018, jumlah terbesar yang pernah dibeli dalam satu tahun. China juga telah secara konsisten menambah cadangannya, tetapi banyak dari negara pasar berkembang lainnya telah mengakumulasi emas selama setahun terakhir, dan lebih banyak lagi, termasuk Hongaria, Polandia, Mesir, Kazakhstan dan India.
Para penggerak
Apa alasan di balik minat baru terhadap emas ini? Pertama, meningkatnya ketidakpastian tentang prospek ekonomi dan geo-politik global dan kedua, nilai intrinsik emas sebagai aset cadangan.
Sepuluh tahun setelah Krisis Keuangan Global, prospek ekonomi makro tetap rapuh dan sulit dibaca. Pada April, prospek IMF menyoroti lemahnya pertumbuhan PDB, dengan risiko cenderung turun. Seperti dijelaskan Kepala Ekonom IMF, Gita Gopinath, ekonomi global berada pada "saat yang sulit".
Ekonomi maju diperkirakan tumbuh hanya 1,8% pada 2019, dan 1,7% pada 2020, sementara pertumbuhan di kawasan Euro diperkirakan akan lebih rendah lagi, masing-masing 1,6% dan 1,5%. Lintasan pertumbuhan pasar negara berkembang lebih solid (4,4% pada 2019 dan 4,8% pada 2020) tetapi risiko tetap terlihat turun.
Ketegangan perdagangan tidak diketahui akan berlanjut hingga kapan. Mereka telah memberi dampak negatif pada pertumbuhan, jika AS dan China tidak mencapai gencatan senjata yang sesungguhnya, prospek global akan semakin memburuk. Ketakutan akan pembalasan dan eskalasi dapat menghantam investasi bisnis, rantai pasokan juga mungkin terganggu, dan produktivitas seluruh dunia mungkin melambat.
Wilayah Euro juga menghadapi tantangan khusus. Kepercayaan bisnis rendah, terutama di Jerman, karena pengenalan standar emisi bahan bakar baru di industri otomotif. Kebijakan fiskal mempengaruhi penyebaran bank komersial negara Italia. Dan, tentu saja, ketidakpastian tentang Brexit tetap ada, terutama karena tanggal keluarnya Inggris dari UE telah ditunda hingga Oktober 2019.
Selain itu, risiko geopolitik global belum berkurang, dan mungkin berdampak negatif pada kegiatan ekonomi. Risiko idiosinkratik juga meningkat, seperti kebangkitan pemerintahan populis di Amerika Latin dan di seluruh Eropa.
Keuntungan emas
Semua ketidakpastian ini memperlihatkan sentimen pasar negatif, dan mendorong investor bank sentral untuk realokasi portofolionya menjauh dari aset berisiko ke aset safe haven.
Di sinilah emas menjadi milik bank sentral, karena memenuhi tiga tujuan inti bank sentral, yaitu keselamatan, likuiditas, dan pengembalian.
Emas dikenal sebagai aset safe haven. Itu tidak memiliki risiko kredit, memiliki sedikit atau tidak ada korelasi dengan aset lain, dan harga umumnya meningkat pada saat ada tekanan. Karena itu, ia menawarkan perlindungan yang berharga di saat krisis.
Emas dapat dengan mudah diperdagangkan di pusat-pusat pasar global, seperti London dan New York. Ini dapat digunakan dalam transaksi swap untuk meningkatkan likuiditas saat dibutuhkan, dan dapat dikelola secara aktif oleh reserve managers.
Emas juga dapat meningkatkan profil risiko/pengembalian portofolio bank sentral. Kurangnya korelasi dengan aset cadangan utama lainnya menjadikannya sebagai diversifikasi portofolio yang efektif dan dalam jangka panjang, memberikan pengembalian yang lebih tinggi daripada banyak aset lainnya.